Selasa, 06 Agustus 2013

KISAH ANEH


Jonathan terbangun di pagi hari dan mendapati semua orang di seluruh dunia telah menghilang.

Hari itu, jam menunjukan pukul 7.15, alarm berdering memenuhi seisi kamar. Dengan malas Jonathan bangkit dan menuju kamar mandi. Hari-hari yang membosankan segera dimulai kembali, pikirnya, dan pekerjaan yang menumpuk, ah, ia tak berani membayangkannya. Jonathan mengenakan pakaian yang sama setiap hari Senin. Kali ini, pakaian yang ia kenakan lebih besar dan celananya sedikit kedodoran. Ia menyiapkan sarapan telur dadar dan nasi putih serta susu, beberapa saat kemudian ia siap berangkat bekerja.

Tapi ada beberapa hal yang terasa aneh hari itu. Udara terasa lebih segar dari pada biasanya dan hiruk pikuk kota yang begitu padat tak terdengar. Jonathan mengecek handphone-nya, tak ada pesan masuk ataupun panggilan tak terjawab. Hanya beberapa pengingat yang menunjukan betapa akan sibuk ia hari ini. Ia memasuki lift dan memencet tombol lantai dasar. Biasanya, lift akan berhenti di setiap lantai dan orang-orang berbondong-bondong memenuhi lift itu hingga penuh sesak, namun kali ini, semuanya tampak tidak biasa. Mungkin mereka tengah liburan, pikirnya.

Ketika tiba di lobi apartemen itu, Jonathan merasa heran, karena tak seorangpun ia jumpai di sana. Semuanya tampak bersih dan rapi, bahkan televisi besar di sebelah booth resepsionis itu menyala tengah menayangkan film yang paling jelek yang pernah ia saksikan. Jonathan tertegun sesaat, ia menoleh sekeliling. Kosong melompong. Ia memanggil-manggil, tak ada jawaban. Ia pergi ke ruang kamera pengawas tempat seorang temannya bekerja, tak ada seorangpun di sana. Kemana semua orang, pikirnya. Ia berlari ke arah pintu keluar, dan betapa ia terkejut menyaksikan pemandangan yang langka ini: kendaraan mobil dan motor terparkir rapi dan sebagian lagi berada di jalanan. Akan tetapi, mobil-mobil itu sepertinya ditinggalkan begitu saja oleh pengemudinya. Toko-toko dan tempat minum di tepi jalan dengan meja-meja yang di letakkan di trotoar, buka seperti biasa, namun tak ada satupun orang di sana. Pendeknya, semuanya tampak normal, hanya saja, tak seorangpun manusia yang ia jumpai.
Aneh sekali, pikir Jonathan. Ia mulai mereka-reka pikirannya, apa gerangan yang terjadi. Apakah ini hanya gurauan? Atau semua orang tengah bermain petak umpet, tapi untuk apa? Apakah orang-orang di seluruh kota sengaja bersepakat memberikan kejutan padanya, tepat pada hari ia berulang tahun hari ini? Semua itu tak masuk akal, pikirnya. Benaknya mulai gelisah dan otaknya mengatakan ada hal yang tak beres terjadi hari ini.

Jonathan menyusuri jalan yang setiap pagi ia tempuh menuju kantor. Ia bekerja sebagai akuntan di perusahaan keuangan yang terletak di komplek bisnis di pusat kota. Setiap hari ia berangkat pagi-pagi dan kembali ketika senja mulai menyelimuti permukaan bumi. Sudah dua tahun ini ia tak sempat mengambil cuti. Ia tak ingin kehilangan kesempatan menabung dan berkunjung ke luar negeri sebagaimana yang selama ini ia impikan. Jonathan bergegas menuju kantornya, sambil berharap masih ada seseorang yang ia jumpai di sana. Ia tak perlu berlama-lama di jalan karena tak seorangpun yang harus ia sapa dengan mengucapkan selamat pagi. Jonathan tiba di sebuah bangunan yang tinggi menjulang. Layar besar televisi yang terpampang di depan kantornya, menyala menayangkan iklan asuransi yang baru-baru ini tengah naik daun. 

Tidak, pekiknya ketika ia tiba di meja resepsionis. Kertas-kertas tersusun rapi. Ia menaiki tangga bergegas menuju ruangannya. Sama saja. Semuanya kosong melompong. Meja-meja yang berjejer rapi di sepanjang ruangan yang biasanya dipenuhi seruan orang-orang yang sibuk bekerja, dengan komputer hitam di atasnya, tampak sunyi sepi. Apa yang sebenarnya terjadi, pikirnya. Jonathan memencet handphone-nya, menghubungi seseorang, tak ada jawaban. Ia menunggu. Tetap tak ada jawaban. Ia menghubungi sahabatnya, Amos. Tak ada jawaban. Pesan-pesan yang ia kirimkan juga tak ada balasan. Ia juga menghubungi orang tuanya yang tinggal di luar kota, sama saja. Tak ada jawaban. Jonathan mulai panik, ia berlari keluar. Jalan raya itu dipenuhi mobil-mobil. Namun mereka tak bergerak. Jonathan berteriak, berharap ada orang yang mendengar dan menjawab teriakannya. Ia terus berteriak hingga perutnya sakit dan suaranya tak kuat lagi. 

Jonathan masuk ke dalam sebuah mobil entah milik siapa, lalu berkendara menuju sudut lain kota. Ia berhenti di depan sebuah apartemen yang dicat warna hijau. Ia segera berlari menuju sebuah kamar. Namun ia juga tak mendapati seorangpun di sana. Hanya beberapa foto yang menunjukan seorang gadis cantik bermata indah dengan rambut ikal dan bibir tipis yang merekah. Flora, tunangannya, ikut-ikutan menghilang. Jonathan menghabiskan hari itu berkeliling kota, mencari tahu apa yang sekiranya terjadi. Seperti yang sudah-sudah, ia tak menjumpai seorangpun. Semua hilang, menguap, atau ditelan bumi, atau entah bagaimana caranya sehingga semua orang tiba-tiba lenyap. 

Namun, dengan begitu, Jonathan seolah memasuki babak baru dalam hidupnya. Dua hari sejak peristiwa aneh ini, untuk pertama kalinya, Jonathan merasa dirinya merdeka. Terbebas dari segala rutinitas pekerjaan yang memuakan, ia tak perlu lagi bangun pagi dan pergi bekerja atau berpikir untuk membayar hutangnya yang tidak sedikit. Saat ini, ia berusia 29 tahun dan telah bekerja sejak ia berusia 19 tahun. Tak sekalipun ia merasa sebebas ini. Ia pergi ke restoran tempat ia biasanya melewatkan malam minggu, dan makan di situ dengan makanan apa saja yang ia inginkan. Kali ini ia tak perlu membayar. Ia juga pergi ke toko kaset, memilih sendiri lagu-lagu kesukaannya dan membawanya pulang. Atau ketika ia membutuhkan pakaian, ia hanya tinggal pergi ke toko dan mengambil pakaian yang mana saja ia suka, bahkan pakaian yang tak kan pernah mampu ia beli seumur hidupnya. Atau mobil dan sepeda motor, ia tinggal mengambil di jalan. Sebagaimana juga dengan peralatan lainnya, ia tinggal mengambil di toko atau membuangnya ketika ia sudah tak menyukainya dan mengambil lagi sesuka hatinya. Pendeknya, Jonathan bagai hidup di dunia mimpi, tak perlu bersusah-susah untuk memperoleh kesenangan, dan ia benar-benar mahir dalam hal bersenang-senang.

Namun, lepas dari semua itu, Jonathan mulai merasa gelisah dan kesepian. Beberapa minggu kemudian, kesenangan dan kebebasan mutlak yang ia peroleh tak lagi mengesankan. Ia mulai terbangun dengan perasaan malas dan pikiran yang penuh tanda tanya, kemana orang-orang? Dan apalah arti semua ini jika hanya dinikmati sendirian. Sudah berhari-hari lamanya ia tak berbicara, atau tertawa-tawa. Ia merindukan tunangannya, Flora, dan Amos sahabatnya. Ia juga telah berkunjung ke rumah orang tuanya yang terletak 90 km dari kota, sesuatu yang telah lama tidak ia lakukan. Jonathan menemukan pemandangan yang tak berbeda. Ia sangat merindukan mereka. Dan semua kenikmatan ini tak kan berarti apa-apa lagi. Dunia tampak sunyi sepi. Dalam kemegahannya ia tinggal berdiri dalam keheningan. Dan kali ini, ia benar-benar sendirian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar